Indonesia adalah salah satu negara pengirim buruh migran terbesar di Asia. Berdasarkan data yang dirilis BNP2TKI hingga tahun 2012, jumlah buruh migran Indonesia (BMI) yang bekerja di luar negeri telah mencapai 6,5 juta orang. Angka tersebut tidak mencakup mereka yang bekerja di luar negeri tanpa melalui jalur resmi alias ilegal. Ditengarai jumlahnya tidak kurang dari 10 juta orang.
Julukan yang disematkan kepada BMI sebagai ‘pahlawan devisa’ tentu bukanlah isapan jempol, ditunjukan dengan nilai remitansi yang dikirimkan. Berdasarkan data Bank Indonesia yang dirilis oleh BNP2TKI menyebutkan bahwa jumlah remitansi yang dikirimkan oleh BMI per mei 2013 sekurangnya berjumlah Rp 36,5 triliun. Angka tersebut dipastikan lebih kecil dari jumlah remitansi sesungguhnya. Dilihat dari potensi neraca penerimaan negara dari remitansi ini sangat fantastik, ini merupakan angka penerimaan tertinggi kedua setelah sektor migas.
Besarnya potensi remitansi memberikan dampak besar kepada kehidupan BMI dan keluarganya. Secara umum, aliran dana dari luar negeri ini sebagian besar dipergunakan untuk kebutuhan hidup seperti membangun rumah, pendidikan anak, membayar hutang, membeli kendaraan, perabotan rumah dan konsumsi sehari-hari. Fakta ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara aktifitas migrasi dengan strategi bertahan hidup (survival strategy). Sejurus dengan itu, dampak im-material remitensi adalah adanya perubahan perilaku konsumsi. Dalam konteks ini, aktifitas konsumsi buruh migran dan keluarganya tidak lagi berorientasi pada nilai guna (used value), tetapi telah berubah menjadi makna simbolik yang menandai status, kelas, dan simbol tertentu. Inilah yang menjadi titik persoalan ketika tujuan semula melakukan migrasi menjadi kontra-produktif dengan kenyataan pemenuhan kebutuhan yang lebih berorientasi pada pemenuhan gaya hidup, gengsi dan prestise. Dengan demikian, remitansi yang dihasilkan selama bekerja di luar negeri belum teralokasi secara sistematis sebagai sebuah aset produktif yang berarti bagi kehidupan ekonomi BMI dan keluarganya dalam jangka panjang. Sehingga secara umum, BMI dan keluarganya sangat rentan terperangkap dalam jurang kemiskinan. Rangkaian fakta ini menunjukan adanya permasalahan sosio-ekonomi dalam proses migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Dalam banyak kesempatan, pemerintah menyebutkan bahwa pengiriman
tenaga kerja ke luar negeri adalah kebijakan sementara (temporary policy) di saat
kemampuan untuk menyediakan kesempatan kerja di dalam negeri masih sangat
terbatas. Hal ini juga selaras dengan perhatian pemerintah dalam program
pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah. Potensi remitansi diharapkan
mampu mendorong perbaikan ekonomi pada level keluarga dan komunitas,
sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi lokal. Pada titik inilah, terdapat
kesenjangan antara harapan dengan realitas. Secara umum, pilihan menjadi buruh
migran belum mampu menjadi instrumen yang efektif sebagai pemutus mata rantai
kemiskinan dan keberlanjutan ketahanan ekonomi keluarga.
Berbasis kondisi tersebut di atas, sejumlah pihak dari kalangan pemerintah
maupun masyarakat sipil telah berupaya menjalankan sejumlah inisiatif dalam
kerangka optimalisasi potensi ekonomi BMI sebagai instrumen untuk pengembangan
kemandirian ekonomi keluarga dan komunitasnya. Namun demikian, langkah ini
belum menjadi arus besar (mainstream) dan seakan tenggelam di tengah isu utama
selama ini yang menjadi perhatian banyak pihak yaitu perlindungan BMI dan
keluarganya. Padahal kemandirian ekonomi adalah bagian tidak terpisahkan dalam
konteks perlindungan sejati BMI dan keluarganya.
Dalam konteks inilah, Migrant Institute sebagai salah satu komponen
masyarakat sipil melihat perlu adanya konsolidasi yang mempertemukan seluruh
elemen gerakan BMI dalam kerangka mendorong kemandirian BMI dan keluarganya.
Julukan yang disematkan kepada BMI sebagai ‘pahlawan devisa’ tentu bukanlah isapan jempol, ditunjukan dengan nilai remitansi yang dikirimkan. Berdasarkan data Bank Indonesia yang dirilis oleh BNP2TKI menyebutkan bahwa jumlah remitansi yang dikirimkan oleh BMI per mei 2013 sekurangnya berjumlah Rp 36,5 triliun. Angka tersebut dipastikan lebih kecil dari jumlah remitansi sesungguhnya. Dilihat dari potensi neraca penerimaan negara dari remitansi ini sangat fantastik, ini merupakan angka penerimaan tertinggi kedua setelah sektor migas.
Besarnya potensi remitansi memberikan dampak besar kepada kehidupan BMI dan keluarganya. Secara umum, aliran dana dari luar negeri ini sebagian besar dipergunakan untuk kebutuhan hidup seperti membangun rumah, pendidikan anak, membayar hutang, membeli kendaraan, perabotan rumah dan konsumsi sehari-hari. Fakta ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara aktifitas migrasi dengan strategi bertahan hidup (survival strategy). Sejurus dengan itu, dampak im-material remitensi adalah adanya perubahan perilaku konsumsi. Dalam konteks ini, aktifitas konsumsi buruh migran dan keluarganya tidak lagi berorientasi pada nilai guna (used value), tetapi telah berubah menjadi makna simbolik yang menandai status, kelas, dan simbol tertentu. Inilah yang menjadi titik persoalan ketika tujuan semula melakukan migrasi menjadi kontra-produktif dengan kenyataan pemenuhan kebutuhan yang lebih berorientasi pada pemenuhan gaya hidup, gengsi dan prestise. Dengan demikian, remitansi yang dihasilkan selama bekerja di luar negeri belum teralokasi secara sistematis sebagai sebuah aset produktif yang berarti bagi kehidupan ekonomi BMI dan keluarganya dalam jangka panjang. Sehingga secara umum, BMI dan keluarganya sangat rentan terperangkap dalam jurang kemiskinan. Rangkaian fakta ini menunjukan adanya permasalahan sosio-ekonomi dalam proses migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Dalam banyak kesempatan, pemerintah menyebutkan bahwa pengiriman
tenaga kerja ke luar negeri adalah kebijakan sementara (temporary policy) di saat
kemampuan untuk menyediakan kesempatan kerja di dalam negeri masih sangat
terbatas. Hal ini juga selaras dengan perhatian pemerintah dalam program
pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah. Potensi remitansi diharapkan
mampu mendorong perbaikan ekonomi pada level keluarga dan komunitas,
sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi lokal. Pada titik inilah, terdapat
kesenjangan antara harapan dengan realitas. Secara umum, pilihan menjadi buruh
migran belum mampu menjadi instrumen yang efektif sebagai pemutus mata rantai
kemiskinan dan keberlanjutan ketahanan ekonomi keluarga.
Berbasis kondisi tersebut di atas, sejumlah pihak dari kalangan pemerintah
maupun masyarakat sipil telah berupaya menjalankan sejumlah inisiatif dalam
kerangka optimalisasi potensi ekonomi BMI sebagai instrumen untuk pengembangan
kemandirian ekonomi keluarga dan komunitasnya. Namun demikian, langkah ini
belum menjadi arus besar (mainstream) dan seakan tenggelam di tengah isu utama
selama ini yang menjadi perhatian banyak pihak yaitu perlindungan BMI dan
keluarganya. Padahal kemandirian ekonomi adalah bagian tidak terpisahkan dalam
konteks perlindungan sejati BMI dan keluarganya.
Dalam konteks inilah, Migrant Institute sebagai salah satu komponen
masyarakat sipil melihat perlu adanya konsolidasi yang mempertemukan seluruh
elemen gerakan BMI dalam kerangka mendorong kemandirian BMI dan keluarganya.
.,saya mengucapkan banyak terimakasih kepada MBAH KASSENG yang telah menolong saya dalam kesulitan ini, tidak pernah terfikirkan dari benak saya kalau nomor yang saya pasang bisa tembus dan ALHAMDULILLAH kini saya sekeluarga sudah bisa melunasi semua hutang2 kami,sebenarnya saya bukan penggemar togel tapi apa boleh buat kondisi yang tidak memunkinkan dan akhirnya saya minta tolong sama MBAH KASSENG dan dengan senang hati MBAH KASSENG ini mau membantu saya..,ALHAMDULILLAH nomor yang dikasi MBAH KASSENG semuanya bener2 terbukti tembus dan baru kali ini saya menemukan dukun yang jujur,jangan anda takut untuk menhubungi nya jika anda ingin mendapatkan nomor yang betul2 tembus seperti saya,silahkan hubungi MBAH KASSENG DI 0853-4288-2547
ReplyDeleteingat kesempat tidak akan datang untuk yang kedua kalinya dan perlu anda ketahui kalau banyak dukun yang tercantum dalam internet,itu jangan dipercaya kalau bukan nama MBAH KASSENG
Asalamu alaikum.. nama saya Sahra, saya berasal dari kota Reog Ponorogo saya pernah bekerja sebagai seorang karyawan di salah satu restaurant di dubai. dimana saya sudah hampir kurang lebih 5 tahun lamanya saya bekerja di restaurant tersebut.
ReplyDeleteKeinginan saya dan impian saya yang paling tinggi adalah ingin membahagiakan orang terdekat saya di kampung, namun jika hanya mengandalkan gaji yah mungkin butuh waktu yang sangat lama dimana belum biaya kontrakan dan utan yang menumpuk justru akan semakin sulit dan semakin lama impian itu tidak akan terwujud
saya coba" buka internet dan saya lihat postingan teman di https://pesugihanputihislamia.blogspot.com. Saya buka di google dan disitulah awal kesuksesan saya sampai sekarang alhamdulillah ya allah...
jika anda ingin mendapat jalan yang mudah untuk mendapat kesuksesan seperti saya anda tak perlu ragu. atau malu dikejar hutang lagi, Tergantung keyakinan dan kepercayaan saja. Banyak pilihan di berikan yaitu Dana Hibah, penglaris usaha dagan, dana gaib, anka gaib togel, jampi pelet, dll
Kini saya berbagi pengalaman saja sudah saya rasakan dan buktikan sampai sekarang. Atau mungkin ada teman mau hubungi langsung beliau ini nomer WhatsApp nya 0822 9127 7145 Semoga bermanfaat. aminn...